Tentang blog ini

Blog ini berisi rekaman untuk selalu "take in the good" - meresapi sisi baik, indah, dan menyenangkan dari berbagai pengalaman. Upayaku mempertahankan emosi positif, meningkatkan rasa syukur, dan selalu merayakan kebaikan.

Sunday, April 29, 2012

Letter for my Daughters; Make Smoking History

Uni, Kakak,

Masih ingatkan iklan “Adrian” orang yang kena cancer gara-gara merokok itu? Yang kakak suka bilang, “Ayah, dapat salam lho dari Adrian…” kalau kesal lihat Ayah sedang merokok. Ayah lihat beberapa iklan yang hampir sama belakangan ini dan bikin ayah ingat uni sama kakak. Salah satu iklannya menggambarkan seorang anak perempuan yang menceritakan pengalaman serunya acara main cricket dengan paman2 nya, ke ayahnya yang sedang sakit paru-paru. Si anak cerita dengan exciting banget, si ayah mendengar dengan kesulitan karena pakai bantuan pernafasan. Nafasnya tersengal-sengal. Menutup ceritanya, si anaknya bilang “it was so funny Dad you should have been there ..”. Wajahnya menyayangkan, kenapa ayahnya sampai sakit. Ayahnya kelihatan sangat menyesal. Tapi dia tidak bisa bilang apa-apa karena kondisinya. Diambilnya tangan anaknya, dan digenggamnya erat-erat. Menunjukkan betapa besar penyesalannya.

Kebetulan persediaan Rokok ayah habis. Ayah pikir, ini kesempatan bagus untuk benar-benar berhenti merokok. Ya, Ayah sekarang bertekad untuk tidak merokok lagi.

Sudah satu minggu sekarang, and it seems pretty good. Ayah coba melawan keinginan membeli rokok dengan menyeimbangkan kegiatan ayah. Tapi yang paling kuat mendorong ayah mematahkan keinginan itu adalah dengan cara mengingat kalian. Ayah ingin bisa mengikuti sebanyak mungkin saat-saat kalian senang dan exciting. Sebaliknya, Ayah tidak mau membuat kalian sedih, melihat ayah sakit gara-gara merokok. Atau yang lebih fatal daripada itu.

Before it’s too late.

Love, hugs, and all that stuff

Ayah

Murdoch Multicultural day

Acara acara bertemakan multikultural adalah salah satu keunikan masyarakat Australia. Karena itu, waktu satu teman mengajak ku untuk hadir di Murdoch University, di acara multikultural mereka, aku merasa perlu hadir. Murdoch University, konon adalah kampus yang paling beragam asal negara dan etnis pelajar internasionalnya di Australia Barat. Kebetulan teman2 di Murdoch Indonesia Student Association (MUISA), selain membuka stall makanan, juga ingin menampilkan permainan angklung dan tarian bali. Peluang untuk refreshing di satu siang Autumn yang cukup cerah dan sejuk.

Suasana dan aroma tradisi yang berbeda langsung terasa di arena acara waktu aku datang. Setiap kelompok mahasiswa yang berasal dari negara-negara yang berbeda unjuk ciri khas negara mereka. Yang tidak luput dari pandangan ku adalah cukup banyaknya mahasiswa asal Timur Tengah. Termasuk negara-negara yang situasinya sedang kacau seperti Libya misalnya. Jadilah ada cerita-cerita tentang seretnya dana beasiswa, dan gangguan pengelolaan biaya hidup. Di depan stand teman2 MUISA, aku juga melihat kumpulan mahasiswa dari Bhutan, yang dengan semangat menonjolkan khazanah budaya mereka. Dengan wajah campuran seperti orang Nepal yang unik, para mahasiswa dari negara “mungil” yang terselip antara India dan China ini terlihat penuh percaya diri saja.

Tidak sedikit sebenarnya mahasiswa-mahasiswa dari negara-negara “dunia ketiga” yang masih tergolong “terkebelakang” bertebaran di Perth. Sebutlah misalnya Srilangka, Kambodia, Vietnam, dan yang sekelasnya. Mereka datang dengan semangat untuk mengubur masa lalu, meninggalkan tanah air mereka, mengubah nasib dan masa depannya di Perth. Tidak ingin mengalami keporak-porandaan tanah air mereka.

Ini memberiku pandangan bahwa seharusnya mahasiswa dari Indonesia seperti aku harus bisa unjuk gigi percaya diri di antara percaturan mahasiswa Internasional di mana mereka sekolah. Indonesia adalah negara besar, sarat dengan hal-hal yang bisa dibanggakan (well, sort of ..). Paling tidak, bisa dibilang lebih baik dari negara-negara tertentu tadi. Fasilitas yang diberikan pemerintah untuk beasiswa juga tidak jelek-jelek amat.

Walaupun melintas pikiran-pikiran di atas, bukan itu yang aku bicarakan dengan teman2 waktu ngumpul sambil menikmati penganan dan performance acara. Itu terlalu berat untuk niat meringankan beban menulis laporan. Seperti biasa, acara ngumpul-ngumpul ini kesempatan untuk saling bercanda. Mencoba rileks dengan progres studi. Menertawakan gerak lamban menuju deadline, atau mengolok-olok pencairan beasiswa. Mencoba tampil ceria, demi menghidupkan terus bara semangat menuntaskan studi, yang kadang-kadang redup dan sayup-sayup.

Sunday, April 15, 2012

Letter for my daughters; Three blessings journal

Uni Jasmin, Kakak Andrea,

Masih ingatkan ayah sering suruh kalian mengingat 3 hal positif yang kalian alami setiap hari sebelum tidur. Lebih baik lagi sempatkan untuk menulisnya. Latihan ini namanya “Three blessings journal”. Gunanya untuk mengingatkan kita atas hal-hal baik yang dianugerahkan Tuhan untuk kita. Ini cara lain untuk bersyukur, selain bersyukur setiap selesai shalat. Kenapa ini penting kita lakukan? Ini penjelasannya.

Hidup kita sehari-hari penuh dengan aneka peristiwa. Ada yang bikin perasaan kita down, sedih, gundah. Ada yang bikin kita senang, exciting, fun. Kita akan mengalami hal ini sepanjang hidup kita. Hal-hal yang buruk memang harus kita ingat, supaya kita tidak lagi mengalaminya di masa depan. Tapi, kita jangan suka tenggelam memikirkan hal-hal buruk ini berlebihan. Contoh yang paling gampang misalnya, waktu kakak selalu khawatir dengan sekolahnya: “gimana ya kalau nilai aku jelek?” “Gimana ya kalau aku nggak naik kelas?” “Nanti teman-teman aku bilang apa ya, kalau baju aku nggak matching?” Kalau kita hanya fokus dengan hal-hal buruk ini, kita bisa hidup dalam perasaan cemas atau bahkan bisa depresi. Seolah-olah hidup kita akan buruk terus. Dan kalian akan sering bilang “Aku boring banget hari ini …”.

Sebaiknya kita luangkan lebih banyak waktu untuk mengingat dan mendalami hal-hal bagus yang terjadi dalam hidup kita. Ini akan membuat kita lebih optimis, penuh harapan dan merasa positif.

Cobalah untuk rutin buat three blessings journal ini. Berikut caranya:

- Malam hari, luangkan waktu sekitar 10 menit sebelum tidur. - Tulis tiga hal yang berjalan dengan baik hari ini, dan kasih penjelasan kenapa bisa berjalan dengan baik. Tulisnya, bisa di komputer, bisa juga di diary kalian.

Tiga hal itu tidak harus hal-hal yang luar biasa. Bisa hal-hal yang sederhana aja. Misalnya, “Hari ini aku ditraktir muncu Mizi makan bareng di MKG dengan Rindu, Rani dan Amira. Having fun !”, “Hari ini buku lewat Amazon.com yang dipesan Ayah sudah sampai.” Berikutnya, tulis penjelasan yang menjawab pertanyaan “Kenapa hal baik ini terjadi?”. Jadi, bisa seperti berikut, “Muncu Mizi perhatian sama aku, sepupu-sepupu ku orangnya menyenangkan”. “Ayah sayang sama aku, dan ingin aku rajin membaca supaya wawasan ku luas. Dia mau beliin hampir semua buku-buku yang aku minati”.

Uni, Kakak, mungkin membiasakan menulis Three blessings journal ini agak ribet pertamanya. Tapi kalau sudah biasa, pasti jadi lebih mudah. Insya Allah, dengan begini, uni sama kakak semakin merasakan anugerah Tuhan dalam hidup. Hal yang akan membuat Uni sama Kakak selalu optimis, exciting, more happier dalam hidupnya.

Love, hug, and all that stuff ..

Ayah. Perth April 15, 2012

Sunday, April 8, 2012

YES Live in concert. Fly from here tour 2012

Hari itu sampai juga akhirnya. 5 April 2012 malam, salah satu grup musik progressive rock idola ku, YES, tampil di Perth. Di Riverside Theatre, Perth Convention & Exhibition Centre, mereka tampil up close & personal. Ada kekhawatiran tadinya. Karena Jon Anderson, vocalist yang punya suara unik itu tidak lagi ada dalam grup ini. Kekhawatiran ku ini tentu wajar. Karena suara khasnya, tanpa Anderson, YES pasti tidak terasa YES. Tapi kekhawatiranku tak terbukti. Lead vocalist yang mereka rekrut, Jon Davidson ternyata menyayi dengan ciri suara persis seperti Anderson. Dengan gaya yang sama di atas panggung.

Mereka menampilkan lagu-lagu dari album baru mereka “Fly From Here”. Masih terasa sangat YES. Sebagian besar menampilkan “epic” layaknya grup progressive Rock. Melodisnya masih menonjol di sana sini. Syncope-syncope yang disajikan seperti kembali menghidupkan lagi aura legendaris mereka. Tentu saja tidak lupa lagu-lagu everlasting mereka. Lagu-lagu seperti “I’ve seen all good people, “Roundabout” yang bikin semua penonton histeris. Satu lagu yang pasti, yang meledak di tahun 83, “Owner of the lonely heart”.

Menonton konser seperti ini bukan sekadar soal aku menikmati penampilan yang disajikan pemusiknya. Tapi membantu ku mempertegas identitas diri; untuk merasa beruntung ada diantara sekumpulan orang yang memiliki apreasiasi untuk satu jenis musik. Banyak yang rambutnya sudah memutih, tapi tidak sedikit juga yang muda dan berambut gondrong. Mereka dengan bangga mengganti kemejanya dengan kaus resmi tur grup. Aroma alkohol masih semilir di depan lounge bar, tapi parfum mewah lebih kentara. Mereka lebih sopan ketimbang waktu zaman mereka “jaya” 20 tahunan lalu.

Saat pulang, didalam kereta Transperth, moment2 itu kembali hadir di benakku. Cuaca sudah mendingin malam itu, tapi kenangan masa SMP dan SMA itu menghangat. Sungguh, begitu banyak anugerah yang sudah aku peroleh. Lagi-lagi alasan menepis rasa pesimis. Lebih yakin dengan masa depan yang lebih menjanjikan.

Sunday, April 1, 2012

Nonton sambil piknik

Ini juga event yang sudah lama tertunda untuk aku jalani. Lotterywest Film Festivals. Festival yang memutar film-film international pemenang berbagi festival film dunia. Sempat beberapa kali melihat lokasi acaranya di Joondalup Pines, taman pinus di kampusku ECU Joondalup, akhirnya baru kali ini sempat nonton. Bukan di ECU, tapi di Somervile, outdoor theatre kampus University Western Australia.

Seperti harapan, suasananya terasa unik. Lokasinya diantara pohon-pohon pinus, dengan Layar besar di bagian depan. Deretan kursi yang nyaman disediakan di depan layar, seperti layaknya teater. Soundsytem, lighting, semua apik. Yang istimewa, menjelang masuk, disediakan dua bar besar. Di sisi depan layar dan di kiri-kanan bagian tempat duduk, disediakan tempat piknik. Penonton yang heboh dengan perangkat piknik lengkapn dan berbagai polahnya, membuat suasana teater ini menggairahkan.

Gairah itu berlanjut waktu Filmnya, Footnote, diputar. Film ini pemenang Cannes Film Festival; satu jaminan yang bisa diandalkan. Ceritanya tentang satu profesor, dan pernak-pernik akademisnya. Hmm… jarang-jarang ada film tentang profesi ku ini. Dengan nyaman aku nikmati permainan black comedy yang menjadi alur film ini. Satu lagi great moment yang patut kurayakan dan menjadi kenangan manisku.

Inspiring Alice Pung

Selalu senang rasanya menemukan hal-hal baru yang menarik. Apalagi kalau itu karena kita digiring oleh insting kita. Suatu ketika di Como Secondary College, aku membaca 2 halaman kutipan cerita tentang seorang anak Asia yang besar di Australia. “Ah, bagus sekali ini ceritanya. Sederhana, segar, dan penuh kejutan” begitu pikirku menyudahi 2 halaman itu. Tapi aku tidak pernah tahu itu salinan dari mana, dari buku apa. Baru sadar ketika aku memutuskan untuk membeli satu buku yang berjudul Unpolished Gem (2006).

Ceritanya, terbersit keinginan ku untuk menulis perjalanan 3 tahunan belajar dan hidup di Australia. Satu memoar tentang bagaimana aku melakoninya bersama keluarga. Kalau terwujudkan, tentulah tak ternilai manfaatnya. Bagiku dan juga bagi anak-anaku. Bahkan, juga anak-anak mereka kelak. Ya..,siapa tahu? Saat menelusuri internet mencari tahu bagaimana menulis memoar, waktu itulah aku berkenalan dengan Unpolished Gem. Buku ini memenangi beberapa anugerah sastra di Australia untuk kategori memoar. Penulisnya adalah Alice Pung. Selain buku itu, Alice juga mengeditori buku lain, Growing Asian in Australia. Dari buku inilah ternyata salinan 2 halaman yang aku baca tadi berasal.

Tak pelak lagi, aku merasa perlu berkenalan lebih jauh Alice Pung dan buku-buku nya. Beruntung situs web pribadinya; Alicepung.com memberi informasi yang aku cari. Di website ini, ada resources tulisan-tulisannya, buku-bukunya dan video-video wawancaranya. Kelihatan orangnya cerdas, berwawasan luas, serius tapi penuh humor. Yang jelas; cantik. Tapi yang lebih penting, banyak inspirasi yang aku peroleh darinya. Tentang memaknai berbagai peristiwa dalam hidup, tentang memanfaatkan kesempatan, tentang menghargai masa kecil dan orang tua.

Dan agaknya, semakin membulatkan keinginanku, membuat satu memoar tentang belajar dan hidup di Australia.

Ya, siapa tahu..

Menikmati Perth Writer Festival

Setelah dua kali gagal mengikuti acara tahunan ini, kalah sama agenda leisure anak-anak, akhirnya tahun ini aku sempat juga ke Perth Writer Festival. Bagian dari rangkaian acara Perth Art International Festival ini, merupakan surga bagi peminat dunia tulis menulis. Beragendakan diskusi, temu penulis, workshop, yang dipadu dengan acara hiburan, membuat acara ini pantas dinikmati.

Saat aku datang, fokus acaranya adalah Family Day. Panitia merancang berbagai kegiatan yang menarik untuk menumbuhkan selera menulis (dan membaca) pengunjung. Seakan-akan mereka ingin mengatakan, bahwa dunia menulis, bukanlah dunia sempit individu di depan komputer. Menulis adalah wadah sosial, dimana orang saling menuang gagasan, membagi rasa, membangkitkan kenangan dan memaknai berbagailekuk kehidupan dan belajar darinya.

Beberapa buku bagus yang dipamerkan berhasil mengundang seleraku untuk membeli. Untuk ku dan juga untuk anak-anak ku. Aku ingin mereka tahu bahwa ayahnya ingin mereka membesut minat membaca. Biar mereka tahu, bahwa dengan membaca sel-sel benak mereka mendapatkan cahaya wawasan yang memahirkan mereka menulis.Menikmatinya bersama-sama.

Terpuaskan dahagaku tenggelam dalam suasana festival ini. Lagi-lagi ini membuktikan padaku; kalau kita mau, di sekitar kita berseliweran sesuatu untuk dinikmati dan selanjutnya … disyukuri.

Hari ini, di Perth Writer Festival, aku beruntung merasakan keduanya.